Kamis, 03 Maret 2016

PERENCANAAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SAPI DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR



Oleh: Frits Isak Lake, S.Sos
(Fungsional Perencana Pertama Bappeda Provinsi NTT)

BAB I
LATAR BELAKANG

Provinsi Nusa Tenggara Timur secara geografis terletak di antara  8°-12°  Lintang Selatan dan 118° - 125° Bujur Timur. Luas wilayah daratan ± 47.349,9 km2 dan luas wilayah lautan ± 200.000 km2 yang tersebar pada 1.192 pulau. Nusa Tenggara Timur secara administratif terbagi dalam 1 Kota, 21 Kabupaten, 306 Kecamatan, 316 Kelurahan dan 2.936 Desa. Jumlah penduduk Nusa Tenggara Timur mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yaitu 4.619.655 jiwa tahun 2009, 4.683.827 jiwa tahun 2010, 4.776.485 jiwa tahun 2011 dan tahun 2012 meningkat menjadi 4,899,260 jiwa.
Gambar 1.
Peta Administrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur

Tahun 2010 Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menetapkan 4 tekad pembangunan yaitu Mengembalikan basis utama ekonomi unggulan daerah dan kelembagaan ekonomi rakyat NTT yaitu: NTT sebagai Provinsi Jagung, NTT sebagai Provinsi Ternak, NTT sebagai Provinsi Koperasi dan NTT sebagai Provinsi Cendana. Tekad pembangunan untuk menjadikan NTT sebagai provinsi ternak sangat tepat karena Daging sapi merupakan 1 dari 5 komoditas yang ditetapkan sebagai komoditas strategis (RPJMN 2010-2014).  Sebagai komoditas strategis, Pememuhan (supply) daging sapi selama ini berasal dari sapi peternak lokal, sapi bakalan yang diimpor dan juga impor daging sapi.
Berdasarkan Statistik peternakan dan kesehatan hewan (SPKH) tahun 2012 dan 2013 Trend konsumsi daging dari tahun ke tahun selalu naik.  Konsumsi daging segar  per kapita per tahun pada tahun 2011 sebesar 5,110 kg, atau mengalami kenaikan sebesar 5,38 persen bila dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar 4,849 kg per kapita per tahun. Namun disatu sisi demand ini tidak mampu diimbangi oleh supply dari sapi lokal.
Komoditas sapi telah lama terbukti dan secara konsisten selama bertahun-tahun menggerakkan roda perekonomian daerah NTT. Pada tahun 2011, jumlah populasi sapi di NTT  sebanyak 778.665 ekor atau sebanyak 5,25 % dari jumlah populasi total sapi di Indonesia. Populasi sapi di NTT, terkonsentrasi di Pulau Timor sebanyak 73, 95 %. Dari jumlah tersebut, populasi paling tinggi berada di daerah-daerah yang terkategori daerah tertinggal, Timor Tengah Selatan (21,55%); Kupang (19,43%); Belu (14,28%); Timor Tengah Utara (12, 67%). Populasi ternak di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2011 dan 2012 berdasarkan kabupaten/kota adalah sebagaimana tabel 1.

Tabel 1.
Populasi ternak sapi potong per kabupaten/kota
Tahun 2011/2012
No
Kabupaten/Kota
2011
2012
1
Kota Kupang
4,784
4,912
2
Kupang
151,250
157,909
3
TTS
167,834
173,936
4
TTU
98,631
102,212
5
Belu
111,180
117,853
6
Rote Ndao
39,479
40,914
7
Sabu Raijua
2,646
2,876
8
Alor
4,351
4,730
9
Lembata
3,607
3,921
10
Flores Timur
1,591
1,729
11
Sikka
11,271
12,252
12
Ende
29,447
30,409
13
Nagekeo
24,301
25,415
14
Ngada
21,523
22,396
15
Manggarai Timur
12,062
13,111
16
Manggarai 
21,870
22,773
17
Manggarai Barat
10,312
11,209
18
Sumba Timur
53,051
55,669
19
Sumba Tengah
5,462
5,897
20
Sumba Barat
1,208
1,313
21
Sumba Barat Daya
2,773
3,014

 Total
778,633
814,450
Sumber: Statistik peternakan, dinas peternakan NTT, 2013
Komoditi sapi penting bagi sebagian masyarakat NTT terutama bagi 254 ribu peternak, pedagang ternak, ribuan jajaran transportasi, petani produsen pakan ternak, serta industri pengolahan daging, kulit dan limbah. Pada tahun 2006, peternakan sapi menyumbang sekitar Rp 0,4 triliun bagi ekonomi daerah dari 61.279 ekor ternak sapi yang diantar-pulaukan dan dari 4.337 ton daging yang dihasilkan dari 48.287 ekor ternak sapi yang dipotong (Disnak Propinsi NTT, 2007). Kontribusi tersebut belum termasuk berbagai jenis pajak baik resmi dan tidak resmi, tenaga kerja dan pakan, serta nilai tambah dari pengolahan daging, kulit dan limbah.
Pada tataran kebijakan di tingkat nasional, kebijakan swasembada daging sapi Tahun 2014 menempatkan Provinsi NTT sebagai salah satu lokasi prioritas pengembangan sapi terutama  melalui kawin alam. Dari sisi pemasaran, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur telah melakukan MoU dengan Pemda DKI Jakarta di mana Provinsi Nusa Tenggara Timur akan menjadi supplier daging sapi ke wilayah DKI Jakarta. Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta, kebutuhan daging sapi di DKI Jakarta tahun 2015 adalah 1.000 ekor/hari atau 360 ribu ekor per tahun.  Tahun 2015 Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya memasok 15% kebutuhan daging sapi di Provinsi DKI Jakarta yaitu 150 ekor per hari atau 54.000 ekor per tahun.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2015, jumlah populasi ternak sapi di Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun 2014 adalah sebanyak 839.600 ekor atau naik 4,5% dari tahun 2013, sedangkan secara nasional jumlah populasi sapi tahun 2014 adalah 14.703.410 ekor atau naik 15,60% dari tahun 2013. Data jumlah populasi ternak dimasing-masing provinsi sebagaimana tabel 2.
Tabel 2
Populasi Ternak Sapi Menurut Provinsi (Ribu Ekor),
Tahun 2011-2014
Provinsi
Sapi Potong
2011
2012
2013
2014 x
Aceh
462.80
505.17
404.22
413.56
Sumatera Utara
541.70
609.95
523.28
654.19
Sumatera Barat
327.00
359.23
326.67
388.74
Riau
159.90
189.06
175.43
194.72
Kepulauan Riau
17.30
17.25
17.47
18.23
Jambi
119.90
139.53
118.99
138.20
Sumatera Selatan
246.30
260.12
215.95
233.22
Kepulauan Bangka Belitung
7.70
8.41
8.20
9.02
Bengkulu
98.90
105.55
106.02
112.25
Lampung
742.80
778.05
573.48
723.39
DKI Jakarta
1.70
1.21
2.11
2.10
Jawa Barat
423.00
429.64
382.95
419.41
Banten
46.90
55.42
46.07
48.11
Jawa Tengah
1937.60
2051.41
1500.08
1534.43
DI Yogyakarta
375.80
358.39
272.79
302.51
Jawa Timur
4727.30
4957.48
3586.71
4071.39
Bali
637.50
651.22
478.15
492.11
Nusa Tenggara Barat
685.80
916.56
648.94
1097.00
Nusa Tenggara Timur
778.60
814.45
803.45
839.60
Kalimantan Barat
153.30
169.24
140.20
154.47
Kalimantan Tengah
54.60
59.39
51.92
60.18
Kalimantan Selatan
138.70
152.50
115.24
140.43
Kalimantan Timur
90.70
99.99
93.10
100.08
Sulawesi Utara
105.20
119.89
105.84
110.93
Gorontalo
183.90
202.97
174.86
187.03
Sulawesi Tengah
230.70
250.92
249.98
262.85
Sulawesi Selatan
984.00
1112.89
984.04
1338.12
Sulawesi Barat
72.80
79.91
82.06
83.70
Sulawesi Tenggara
213.70
236.51
230.36
264.63
Maluku
74.00
83.87
73.94
83.15
Maluku Utara
60.80
64.14
66.02
71.93
Papua
81.80
88.35
79.57
90.86
Papua Barat
41.50
52.05
48.16
62.85
Indonesia
14824.20
15980.70
12686.24
14703.41
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Januari 2015
Berbagai peluang dan kesempatan yang ada itu harus dioptimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk NTT, khususnya penduduk yang tinggal di sentra populasi sapi yang merupakan kecamatan kecamatan miskin.
Populasi sapi di wilayah NTT dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Data tahun 2009 sampai 2014 populasi sapi potong meningkat dari 577.600 ekor menjadi 839.600 ekor di tahun 2014 atau meningkat rata rata 8,27 % per tahun. Namun demikian peningkatan yang terjadi sangat fluktuatif (lihat tabel 3), tahun 2011 meningkat hingga hampir 30% sementara tahun 2013 justru turun 1,35%. Peningkatan yang terjadi tahun 2011 akibat dari kebijakan pemerintah pusat yang memberikan bantuan bakalan bibit sapi, dengan demikian peningkatan tahun 2011 bukanlah peningkatan alamiah yang terjadi oleh sapi NTT. Jika peningkatan alamiah yang terjadi tahun 2011 dianggap setara dengan tahun tahun yang lain, sekitar 4%, maka pada periode tersebut rata rata peningkatan jumlah populasi sapi adalah 3,2%.
Tabel 3
Tingkat pertumbuhan sapi potong di Provinsi NTT (Ribu ekor)
Tahun 2009-2014
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Jumlah Ternak Sapi
577,60
600,90
778,60
814,45
803,45
839,60
Pertumbuhan

4,03%
29,57%
4,60%
-1,35%
4,50%
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Januari 2015, diolah.

Sebagai daerah yang telah ditetapkan sebagai salah satu sentra produksi sapi di Indonesia, pemerintah NTT harus melakukan aksi yang tepat untuk meningkatkan populasi ternak sapi, untuk tujuan itulah naskah ini disusun. Melalui kajian ini diharapkan akan dicapai tujuan tujuan sebagai berikut:
1.    Terpetakannya permasalahan yang berkaitan dengan produksi sapi
2.    Tersusunnya alternatif kebijkan dan program yang dapat dibuat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada
3.    Tersusunnya rencana aksi program peningkatan produksi sapi

BAB II
ANALISIS MASALAH

Pertumbungan populasi atau produktivitas sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan analisis tren 5 tahun sebelumnya mengalami fluktuasi, dengan perkiraan rata rata pertumbuhan alamiah 3,2% per tahun. Melalui analisis data yang ada, dapat diidentifikasi bahwa fluktuasi populasi sapi di NTT terkait dengan berapa aspek yang saling berkaitan, fluktuasi produksi itu tentu berkaitan dengan jumlah daging yang dapat dihasilkan. Permasalahan itu bermula dari relatif rendahnya produktivitas sapi yang dipelihara di NTT. Rendahnya produktivitas itu terkait dengan 3 aspek penting, yakni bibit, pola pengelolaan dan ketersediaan pakan yang masing masing memiliki penyebab. Seluruh keadaan itu berdampak pada hal yang luas mulai dari rendahnya pendapatan peternak, kemiskinan dan pendapatan pemerintah. Secara lengkap permasalahan itu disajikan pada bagan 1.

Produktivitas yang rendah
Produktivitas sapi NTT yang rendah dapat dilihat dari dua hal yakni rata rata berat sapi dan jumlah anak yang dihasilkan sapi betina pada masa produktifnya. Rata rata berat sapi NTT yang dipasarkan adalah 217,32 kg, sementara untuk jenis sapi yang sama bisa berbobot 350-400 kg. Dari aspek jumlah anak yang dapat dihasilkan oleh sapi yang dipelihara penduduk NTT rata rata adalah 3 ekor selama masa produktifnya, sementara secara standar untuk jenis sapi NTT ini bisa menghasilkan 7-8 anak selama masa produktif induk. Ini disebabkan karena kebutuhan hidup peternak menjual sapi betina produktif setelah menghasilkan 3 ekor anak sapi.
Bibit ternak
Bibit ternak untuk dibudidayakan hingga saat ini dihasilkan dari peternak secara alamiah. Kelebihan bibit alamiah adalah bahwa sapi yang akan diternakan cukup adaptif terhadap kondisi lingkungan NTT. Namun demikian menumpukan pada bibit alamiah memiliki beberapa resiko, misalnya kecepatan pertumbuhannya relatif rendah, angka kematian bibit akan tinggi dan seterusnya.
Pakan ternak
Pada kasus peternakan sapi, maka pakan adalah unsur utama setelah sapi. Rata-rata kebutuhan pakan hijauan ternak sapi adalah 14,6 ton per ekor pe tahun, sedangkan ketersediaan pakan tidak cukup. Hal ini disebabkan karena tidak tersedianya cukup pakan pada musim kemarau sedangkan pada musim hujan pakan ternak hijauan berlebih, tidak adanya sumber air untuk pengembangan pakan, peteni tidak memiliki memiliki pengetahuan tentang teknologi pengawetan pakan, serta belum memanfaatkan limbah pertanian, perikanan dan lainnya.
Pengelolaan ternak
Selama ini kepemilikan sapi oleh Masyarakat hanya untuk tabungan dan belum dikelola secara berkelanjutan. Hal itu disebabkan karena tidak tersedianya industri pengolahan ternak di NTT seperti industri pengalengan daging, industri kulit dan industri tulang. Sapi oleh hanya masyarakat dijual sapi hidup kepada pedagang sapi untuk diekspor ke luar daerah atau untuk kebutuhan daging dalam daerah

Bagan 1
Skema Pohon Masalah
                                          Sumber: hasil analisis data, 2015

Dampak yang ditimbulkan dari rendahnya pertumbuhan populasi ternak sapi potong di Nusa Tenggara Timur yaitu kemiskinan di wilayah sentra populasi ternak akibat dari rendahnya pendapatan peternak. Kondisi ini  akan berdampak pula pada pendapatan asli daerah yang dapat dihasilkan oleh pemerintah daerah. Dampak ini akan sangat merugikan daerah karena dari sisi perencanaan Ternak sapi adalah potensi unggulan daerah dan jika tidak ditangani maka dianggal gagal dalam mewujudkan misi untuk menjadikan NTT sebagai provinsi ternak. Dampak lainnya adalah dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), maka arus impor sapi dari luar daerah bahkan dari luar negeri akan sangat banyak dengan harga lebih murah tapi kualitasnya  lebih baik.
Dari akar masalah dan dampak penurunan populasi ternak sapi potong di NTT, maka perlu membuat perencanaan untuk mengatasi masalah rendahnya produktivitas sapi potong. Solusi pemecahan yang diambil diharapkan mampu untuk meningkatkan produktivitas ternak sapi di Provinsi Nusa Tenggara Timur seperti Peningkatan kemampuan manajemen usaha ternak secara modern (pemilihan bibit, kandang, teknik pemeliharaan, kesehatan ternak), penyediaan bibit sapi potong yang bermutu, penyediaan pakan ternak yang berkualitas dan berkelanjutan serta Peningkatan SDM Peternak.
BAB III
PERUMUSAN ALTERNATIF SOLUSI

Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka diperlukan strategi yang tepat sehingga dibutuhkan pemahaman atas kelebihan dan kelemahan dari masalah yang dihadapi. Alat yang digunakan dalam kajian Masalah Produktivitas Ternak Sapi di Nusa Tenggara Timur ini adalah analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan sebuah alat untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari fokus kajian. Setiap faktor dibagi ke dalam dua kategori yakni faktor dari dalam dan dari luar. Kekuatan yang berasal dari dalam fokus kajian disebut sebagai Strength, kekuatan yang datang dari luar disebut  dengan Opportunity. Hambatan dari dalam disebut Weakness dan yang datang dari luar disebut Threat. Tabel 4 menyajikan matrik SWOT Masalah Produktivitas Ternak Sapi.
Tabel 4
Analisa SWOT untuk Masalah Produktivitas Ternak Sapi

INTERNAL







EKSTERNAL
S (KEKUATAN)
·   Kebijakan Unggulan Daerah
·   Padang Penggembalaan yang cukup : 832.228 ha
·   Pada musim hujan pakan ternak melimpah
·   Masyarakat sudah biasa memelihara sapi
·   Ada PPL peternakan di tiap kecamatan
W (KELEMAHAN)
·   Sistem pemeliharaan sapi yang masih tradisional
·   Kekurangan pakan ternak yang berkualitas terutama saat musim kemarau
·   Peternak tidak memiliki pemahaman cara mengelola sapi secara intensif
·   Belum tersedia bibit unggul
O (PELUANG)
·   Daging sapi merupakan komoditi unggulan dalam RPJMN
·   Ada peningkatan konsumsi daging sapi 8,6% setiap tahun
·   Jaringan pasar daging sapi sudah jelas

STRATEGI (SO)
·   Intensifikasi lahan untuk penyediaan pakan
·   Pengembangan Teknologi penyimpanan dan  pengawetan pakan
·   Pembangunan industri pengolahan daging sapi
·   Pelatihan tentang Teknologi pakan ternak


STRATEGI (WO)
·   Pengembangan sentra pembibitan ternak sapi di pedesaan
·   Pengembangan pakan alternatif
·   Konservasi air melalui pembangunan embung mini, irigasi dangkal, sumur dan pompa
·   Pelatihan bagi peternak tentang pembibitan
T (ANCAMAN)
·   Adanya MEA yang membuka impor sapi dari luar negeri
·   Harga daging sapi diluar negeri yang murah
·   Penyebaran Penyakit ternak sapi
STRATEGI (ST)
·   Sosialisasi kepada masyarakat tentang MEA dan dampaknya
·   Peningkatan kualitas produk daging sapi
·   Peningkatan (penjagaan) kesehatan ternak

STRATEGI (WT)
·   Pembuatan pakan ternak alternatif
·   Pelatihan bagi peternak tentang Pemeliharaan ternak
Sumber: hasil analisis data, 2015

Dari analisis SWOT diatas kita dapat menemukan alternatif solusi guna menyelesaikan masalah tersebut diatas dari segi perencanaan yang bisa menjadi acuan buat menangani permasalahan rendahnya produktivitas ternak sapi yaitu :
1.           Intensifikasi lahan untuk penyediaan pakan
2.           pengembangan teknologi penyimpanan dan pengawetan pakan
3.           Pembangunan Industri Pengolahan Daging sapi
4.           Pengembangan sentra pembibitan ternak sapi di pedesaan
5.           Pengembangan pakan alternatif
6.           Konservasi air melalui pembangunan embung mini, irigasi dangkal, sumur dan pompa.
7.           Pelatihan teknologi pakan bagi peternak
8.           Pelatihan teknologi pembibitan bagi peternak
9.           Pelatihan manajemen pemeliharaan bagi peternak
10.        Sosialisasi kepada masyarakat tentang dampak MEA
11.        Pengembangan pusat Inseminasi Buatan (IB)
12.        Peningkatan (penjagaan) kesehatan ternak

BAB IV
PENGKAJIAN ALTERNATIF

Dari beberapa alternatif solusi, maka dapat dikelompokkan beberapa solusi yang memiliki kesamaan sehingga isu strategis itu dapat muncul menjadi beberapa isu strategis utama. Tabel 5 menyajikan pengelompokan yang dilakukan.
Tabel 5
Pengelompokan Alternatif Solusi menjadi Strategi Utama
No
Alternatif Solusi
Strategi Utama
1
-      Konservasi air melalui pembangunan embung mini, irigasi dangkal, sumur dan pompa
Pengelolaan Pakan berkualitas dan berkelanjutan

-      Intensifikasi lahan untuk penyediaan pakan

-      pengembangan teknologi penyimpanan dan pengawetan pakan

-      Pengembangan pakan alternatif

-      Pelatihan teknologi pakan bagi peternak
2
-      pengembangan pusat Inseminasi Buatan (IB)
Pengelolaan bibit sapi unggulan

-      Pengembangan sentra pembibitan ternak sapi di pedesaan

-      Pelatihan teknologi pembibitan bagi peternak
3
-      Pembangunan industri pengolahan daging sapi
Peningkatan kualitas produk (Sapi/Daging sapi)

-      Peningkatan kesehatan sapi

-      Manajemen pemeliharaan ternak sapi

-      Pelatihan manajemen pemeliharaan bagi peternak
Sumber: hasil analisis data, 2015
Dari hasil pengelompokan beberapa kesamaan alternatif solusi, maka muncul 3 strategi utama dalam rangka mencapai tujuan yaitu:
1.      Pengelolaan pakan berkualitas dan berkelanjutan
2.      Pengelolaan bibit sapi unggulan
3.      Peningkatan Kualitas Produk
Strategi-strategi yang ditetapkan merupakan rencana aksi pengembangan peternakan di Nusa Tenggara Timur yang akan dilaksanakan untuk jangka waktu 1 tahun sampai 10 tahun. Secara tata waktu ketiga strategi itu dapat dilihat pada tabel 6. Program pengelolaan pakan dilakukan di awal, dilanjutkan program penyediaan bibit terakhir program peningkatan kualitas produk sapi.
Tabel 6
Alokasi waktu implementasi strategi perencanaan
Strategi Utama
Tahun ke-
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Pengelolaan pakan berkualitas dan berkelanjutan










Pengelolaan bibit sapi unggulan










Peningkatan Kualitas Produk










Sumber: hasil analisis data, 2015
Pengelolaan pakan
Pengelolaan pakan berkualitas dan berkelanjutan dilaksanakan pada tahun 1 dan 2. Pakan mempunyai pengaruh yang sangat signifikan pada produktivitas ternak sapi potong. Selain itu  program ini juga membutuhkan biaya yang relatif kecil dengan transformasi teknologi yang relatif sederhana.
Kebutuhan pakan ternak sapi per ekor/hari adalah 35-40 kg atau 14,6 ton/ekor/tahun sedangkan ketersediaan pakan yang ada selama ini masih kurang.  Ketersediaan lahan 832 ribu ha menjadi potensi untuk menanam pakan yang berkualitas dan berkelanjutan lewat beberapa kegiatan seperti konversi air dengan membangun embung lokal, irigasi dangkal, sumur dan pompa,  pengembangan lumbung pakan untuk menyimpan pakan yang surplus, kajian tentang teknologi pengawetan pakan serta pelatihan bagi peternak. Setiap tahun akan diolah 10 ribu ha s/d 50 ribu ha untuk penanaman pakan ternak berupa rumput gajah, rumbut hijau dan lamtoro. Jumlah produksi pakan untuk setiap ha adalah 300 ton per tahun, sehingga jika diolah 50 ribu ha, maka setiap tahun akan menghasilkan 15 ribu ton pakan ternak sapi yang jika dikonversi kepada kebutuhan pakan ternak sapi maka cukup untuk 1.027397 ekor ternak sapi. Kebutuhan ini akan mengalami surplus, karena populasi sapi di NTT hanya ada 800 ribu ekor sehingga kelebihan pakan harus diawetkan dan di simpan dalam lumbung pakan yang disiapkan.
Penyediaan bibit
Setelah pakan berkualitas dan berkelanjutan tersedia kemudian dilanjutkan strategi penyediaan bibit ternak sapi yang unggul. Strategi ini dilaksanakan pada tahun 3 melalui pembangunan sentra bibit ternak berbasis desa, pengembangan pusat inseminasi buatan dan pelatihan bagi peternak. Strategi ini dilakukan ketika pakan telah tersedia, sebab penyediaan bibit berimplikasi pada kebutuhan pakan yang semakin banyak. Jika strategi ini berhasil maka pada tahun ke 5 akan terjadi peningkatan produktivitas sapi dari 4% per tahun menjadi 7% rata rata pertahun.
Peningkatan kualitas produk
Jika kebutuhan sapi sudah terpenuhi, maka untuk memberikan manfaat lebih pada tahun ke-6 dilaksanakan strategi ke-3 yaitu peningkatan kualitas produk daging sapi melalui Pembangunan industri pengolahan daging sapi, manajemen pemeliharaan sapi dan pelatihan bagi Peternak. Dengan pengembangan strategi ini, maka akan membuka lapangan kerja baru, sektor industri pengolahan akan berkembang baik itu pengolahan daging, kulit, dan tulang. Selainnya akan meningkatkan PAD bagi Nusa Tenggara Timur.
BAB V
RENCANA PELAKSANAAN

Berdasarkan kajian Bab IV, Pilihan kebijakan strategis adalah Pengelolaan Pakan ternak berkualitas dan berkelanjutan. Rencana pelaksanaannya akan menggunakan pendekatan potensi lokal yaitu dengan mengelola potensi-potensi pakan yang ada di wilayah masih-masing serta memanfaatkan limbah pertanian, perkebunan dan perikatan.
Rencana Pengelolaan Pakan ternak berkualitas dan berkelanjutan sesuai dengan tujuannya akan dilaksanakan secara berkelanjutan untuk memastikan ketersediaan pakan ternak sapi potong di provinsi Nusa Tenggara Timur. Tabel 7 menyajikan rencana aksi Pengelolaan Pakan ternak berkualitas dan berkelanjutan selama 5 tahun
Tabel 7
Rencana Aksi Pengelolaan pakan ternak berkualitas dan berkelanjutan
Selama 5 tahun


Kegiatan
Penanggung-jawab / siapa yang terlibat
Input (anggaran, SDM dsb)
Sasaran  (apa yang hendak dicapai)


Pembangunan embung mini, irigasi dangkal, sumur dan pompa
-   Dinas PU
-   Dinas Peternakan
-   Kelompok Masyarakat
Dana :
500.000.000
unit: 10 embung
Tersedianya sumber air untuk mendukung penyediaan pakan

Identifikasi lahan potensial untuk penyediaan pakan ternak
-   Dinas Peternakan
-   Pemerintah Kab
-   Kecamatan/PPL Peternakan
-   Pemerintah Desa
-   Masyarakat
Dana :
306.000.000
Unit: 50 Desa
-  Tersedianya lahan untuk penyediaan pakan ternak
-  Tersedianya profil potensi lahan untuk pakan ternak

Pengolahan lahan potensial untuk pakan ternak
-   Dinas Peternakan
-   Pemerintah desa
-   Masyarakat
Dana :
600.000.000
unit: 50 kelompok
Tersedianya pakan ternak

Kajian pengembangan teknologi penyimpanan pakan ternak
-   Bappeda
-   Dinas Peternakan
-   Perguruan tinggi

Dana :
100.000.000
SDM:10 orang
Tersedianya teknologi penyimpanan pakan ternak

Pembangunan lumbung pakan desa
-   Dinas Peternakan
-   BPMPD
-   Pemerintah desa
-   masyarakat
Dana :
500.000.000
unit: 50 buah
Tersedianya pakan ternak pada musim kemarau

Pelatihan teknologi penyimpanan pakan ternak
-   Dinas Peternakan
-   Perguruan tinggi
-   PPL peternakan
Dana :
250.000.000
SDM: 50 orang
Meningkatnya pengetahuan tentang teknologi penyimpanan pakan


BAB VI
RENCANA MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dan evaluasi yang dimaksud adalah suatu proses yang sistematis yang dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi program yang bersangkutan. Monitoring dan evaluasi terhadap tingkat efisiensi program terutama ditujukan kepada program yang sifatnya akan dilaksanakan berulang. Jadi, dalam artian bahwa pada tahun mendatang program tersebut akan terus dilaksanakan.Dengan mengetahui tingkat efisiensinya akan dapat dihemat baik tenaga, biaya,maupun waktunya. Walaupun suatu program dinilai sangat efektif tetapi bila kurang efisien maka akan dinilai kurang berhasil karena mahal, terlalu lama, dan terlalubanyak menghabiskan tenaga.Keberhasilan suatu program tidak dapat terlepas dari segi pelaksanaannya. Oleh karena itu, monitoring dan evaluasi terhadap suatu program akan menyangkut berbagai hal yang terkait, baik yang menyangkut kualitas masukan (input), kualitas proses maupun kualitas hasil pelaksanaan (output) program. Selain itu, monitoringdan evaluasi terhadap suatu program dapat dilaksanakan atas dasar sekuensi implementasinya, dapat pula dilakukan terhadap komponen programnya.
Tabel 9.
Rencana Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan pakan ternak berkualitas dan berkelanjutan tahun Pertama
Kegiatan
Sasaran
Indikator Kinerja
Target
Realisasi
Pembangunan embung mini, irigasi dangkal, sumur dan pompa
Tersedianya sumber air untuk mendukung penyediaan pakan
10 ribu ha lahan terairi sehingga menghasilkan pakan

Identifikasi lahan potensial untuk penyediaan pakan ternak
-  Tersedianya lahan untuk penyediaan pakan ternak
-  Tersedianya profil potensi lahan untuk pakan ternak
10 ribu ha lahan yang teridentifikasi

Pengolahan lahan potensial untuk pakan ternak
Tersedianya pakan ternak
100 ton/ha/thn
Atau 1 juta ton/tahun

Kajian pengembangan teknologi penyimpanan pakan ternak
Tersedianya teknologi penyimpanan pakan ternak
1 buku kajian

Pembangunan lumbung pakan desa
Tersedianya pakan ternak pada musim kemarau
50% pakan yang tersimpan

Pelatihan teknologi penyimpanan pakan ternak
Meningkatnya pengetahuan tentang teknologi penyimpanan pakan
50 orang yang meningkat pengetahuan


BAB VII
PENUTUP

1.    Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam RMJMD 2013-2018 telah menetapkan ternak sapi sebagai salah satu tekad pemerintah.
2.    Pengembangan ternak sapi di Nusa Tenggara Timur terkendala dengan masalah rendahnya produktivitas ternak sapi yang diukur dengan indikator bibit ternak sapi, pengelolaan pakan ternak berkualitas dan berkelanjutan serta pengelolaan ternak sapi.
3.    Strategi yang ditetapkan untuk pengembangan ternak sapi di provinsi Nusa Tenggara Timur dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan selama 10 Tahun, dimulai dengan pengembangan pakan ternak berkualitas dan berkelanjutan, penyediaan bibit berkualitas dan pengolahan daging sapi. Strategi ini tidak bisa dijalankan secara parsial tetapi dilaksanakan dalam sebuah sistem pengembangan ternak sapi di Nusa Tenggara Timur.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, NTT. Statistik Peternakan 2012.
Bappeda Provinsi NTT; Rencana Perencanaan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2013-2018; 2014
Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI; Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2013; 2014
Pedoman Teknis Integrasi Ternak Sapi Dengan Tanaman, Direktorat Jendral Peternakan, 2010.