Oleh: Frits Isak Lake, S.Sos
(Fungsional Perencana Pertama Bappeda Provinsi NTT)
BAB I
LATAR
BELAKANG
Provinsi Nusa Tenggara Timur secara geografis terletak di antara 8°-12° Lintang Selatan dan 118° - 125° Bujur Timur. Luas wilayah daratan ± 47.349,9 km2
dan luas wilayah lautan ± 200.000 km2 yang tersebar pada 1.192 pulau. Nusa
Tenggara Timur secara administratif terbagi dalam 1 Kota, 21 Kabupaten, 306
Kecamatan, 316 Kelurahan dan 2.936 Desa. Jumlah penduduk
Nusa Tenggara Timur mengalami peningkatan dari tahun ke tahun yaitu 4.619.655
jiwa tahun 2009, 4.683.827 jiwa tahun 2010, 4.776.485 jiwa tahun 2011 dan tahun
2012 meningkat menjadi 4,899,260 jiwa.
Gambar 1.
Peta
Administrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2010 Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur
menetapkan 4 tekad pembangunan yaitu Mengembalikan basis utama ekonomi unggulan
daerah dan kelembagaan ekonomi rakyat NTT yaitu: NTT sebagai Provinsi Jagung,
NTT sebagai Provinsi Ternak, NTT sebagai Provinsi Koperasi dan NTT sebagai
Provinsi Cendana. Tekad pembangunan untuk menjadikan NTT sebagai provinsi
ternak sangat tepat karena Daging sapi merupakan 1 dari 5 komoditas yang ditetapkan
sebagai komoditas strategis (RPJMN 2010-2014). Sebagai komoditas
strategis, Pememuhan (supply) daging sapi selama ini berasal dari sapi peternak
lokal, sapi bakalan yang diimpor dan juga impor daging sapi.
Berdasarkan Statistik peternakan dan
kesehatan hewan (SPKH) tahun 2012 dan 2013 Trend konsumsi daging dari tahun ke
tahun selalu naik. Konsumsi daging segar per kapita per tahun pada
tahun 2011 sebesar 5,110 kg, atau mengalami kenaikan sebesar 5,38 persen bila
dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar 4,849 kg per kapita per tahun.
Namun disatu sisi demand ini tidak mampu diimbangi oleh supply dari sapi lokal.
Komoditas sapi telah lama terbukti
dan secara konsisten selama bertahun-tahun menggerakkan roda perekonomian
daerah NTT. Pada tahun 2011, jumlah populasi sapi di NTT sebanyak 778.665
ekor atau sebanyak 5,25 % dari jumlah populasi total sapi di Indonesia.
Populasi sapi di NTT, terkonsentrasi di Pulau Timor sebanyak 73, 95 %. Dari
jumlah tersebut, populasi paling tinggi berada di daerah-daerah yang
terkategori daerah tertinggal, Timor Tengah Selatan (21,55%); Kupang (19,43%);
Belu (14,28%); Timor Tengah Utara (12, 67%). Populasi ternak di Provinsi Nusa
Tenggara Timur tahun 2011 dan 2012 berdasarkan kabupaten/kota adalah
sebagaimana tabel 1.
Tabel
1.
Populasi
ternak sapi potong per kabupaten/kota
Tahun
2011/2012
No
|
Kabupaten/Kota
|
2011
|
2012
|
1
|
Kota Kupang
|
4,784
|
4,912
|
2
|
Kupang
|
151,250
|
157,909
|
3
|
TTS
|
167,834
|
173,936
|
4
|
TTU
|
98,631
|
102,212
|
5
|
Belu
|
111,180
|
117,853
|
6
|
Rote Ndao
|
39,479
|
40,914
|
7
|
Sabu Raijua
|
2,646
|
2,876
|
8
|
Alor
|
4,351
|
4,730
|
9
|
Lembata
|
3,607
|
3,921
|
10
|
Flores Timur
|
1,591
|
1,729
|
11
|
Sikka
|
11,271
|
12,252
|
12
|
Ende
|
29,447
|
30,409
|
13
|
Nagekeo
|
24,301
|
25,415
|
14
|
Ngada
|
21,523
|
22,396
|
15
|
Manggarai Timur
|
12,062
|
13,111
|
16
|
Manggarai
|
21,870
|
22,773
|
17
|
Manggarai Barat
|
10,312
|
11,209
|
18
|
Sumba Timur
|
53,051
|
55,669
|
19
|
Sumba Tengah
|
5,462
|
5,897
|
20
|
Sumba Barat
|
1,208
|
1,313
|
21
|
Sumba Barat Daya
|
2,773
|
3,014
|
|
Total
|
778,633
|
814,450
|
Sumber: Statistik peternakan, dinas
peternakan NTT, 2013
Komoditi sapi penting bagi sebagian
masyarakat NTT terutama bagi 254 ribu peternak, pedagang ternak, ribuan jajaran
transportasi, petani produsen pakan ternak, serta industri pengolahan daging,
kulit dan limbah. Pada tahun 2006, peternakan sapi menyumbang sekitar Rp 0,4
triliun bagi ekonomi daerah dari 61.279 ekor ternak sapi yang diantar-pulaukan
dan dari 4.337 ton daging yang dihasilkan dari 48.287 ekor ternak sapi yang
dipotong (Disnak Propinsi NTT, 2007). Kontribusi tersebut belum termasuk
berbagai jenis pajak baik resmi dan tidak resmi, tenaga kerja dan pakan, serta
nilai tambah dari pengolahan daging, kulit dan limbah.
Pada
tataran kebijakan di tingkat nasional, kebijakan swasembada daging sapi Tahun
2014 menempatkan Provinsi NTT sebagai salah satu lokasi prioritas pengembangan
sapi terutama melalui kawin alam. Dari
sisi pemasaran, Pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Timur telah melakukan MoU dengan Pemda DKI Jakarta di mana Provinsi
Nusa Tenggara Timur akan menjadi supplier daging sapi ke wilayah DKI Jakarta.
Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Pertanian DKI
Jakarta, kebutuhan daging sapi di DKI Jakarta tahun 2015 adalah 1.000 ekor/hari
atau 360 ribu ekor per tahun. Tahun 2015
Provinsi Nusa Tenggara Timur hanya memasok 15% kebutuhan daging sapi di
Provinsi DKI Jakarta yaitu 150 ekor per hari atau 54.000 ekor per tahun.
Berdasarkan
data dari Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan tahun 2015, jumlah populasi ternak sapi di Provinsi Nusa
Tenggara Timur tahun 2014 adalah sebanyak 839.600 ekor atau naik 4,5% dari
tahun 2013, sedangkan secara nasional jumlah populasi sapi tahun 2014 adalah
14.703.410 ekor atau naik 15,60% dari tahun 2013. Data jumlah populasi ternak
dimasing-masing provinsi sebagaimana tabel 2.
Tabel 2
Populasi
Ternak Sapi Menurut
Provinsi (Ribu Ekor),
Tahun 2011-2014
Provinsi
|
Sapi Potong
|
|||
2011
|
2012
|
2013
|
2014 x
|
|
Aceh
|
462.80
|
505.17
|
404.22
|
413.56
|
Sumatera Utara
|
541.70
|
609.95
|
523.28
|
654.19
|
Sumatera Barat
|
327.00
|
359.23
|
326.67
|
388.74
|
Riau
|
159.90
|
189.06
|
175.43
|
194.72
|
Kepulauan Riau
|
17.30
|
17.25
|
17.47
|
18.23
|
Jambi
|
119.90
|
139.53
|
118.99
|
138.20
|
Sumatera Selatan
|
246.30
|
260.12
|
215.95
|
233.22
|
Kepulauan Bangka
Belitung
|
7.70
|
8.41
|
8.20
|
9.02
|
Bengkulu
|
98.90
|
105.55
|
106.02
|
112.25
|
Lampung
|
742.80
|
778.05
|
573.48
|
723.39
|
DKI Jakarta
|
1.70
|
1.21
|
2.11
|
2.10
|
Jawa Barat
|
423.00
|
429.64
|
382.95
|
419.41
|
Banten
|
46.90
|
55.42
|
46.07
|
48.11
|
Jawa Tengah
|
1937.60
|
2051.41
|
1500.08
|
1534.43
|
DI Yogyakarta
|
375.80
|
358.39
|
272.79
|
302.51
|
Jawa Timur
|
4727.30
|
4957.48
|
3586.71
|
4071.39
|
Bali
|
637.50
|
651.22
|
478.15
|
492.11
|
Nusa Tenggara Barat
|
685.80
|
916.56
|
648.94
|
1097.00
|
Nusa Tenggara Timur
|
778.60
|
814.45
|
803.45
|
839.60
|
Kalimantan Barat
|
153.30
|
169.24
|
140.20
|
154.47
|
Kalimantan Tengah
|
54.60
|
59.39
|
51.92
|
60.18
|
Kalimantan Selatan
|
138.70
|
152.50
|
115.24
|
140.43
|
Kalimantan Timur
|
90.70
|
99.99
|
93.10
|
100.08
|
Sulawesi Utara
|
105.20
|
119.89
|
105.84
|
110.93
|
Gorontalo
|
183.90
|
202.97
|
174.86
|
187.03
|
Sulawesi Tengah
|
230.70
|
250.92
|
249.98
|
262.85
|
Sulawesi Selatan
|
984.00
|
1112.89
|
984.04
|
1338.12
|
Sulawesi Barat
|
72.80
|
79.91
|
82.06
|
83.70
|
Sulawesi Tenggara
|
213.70
|
236.51
|
230.36
|
264.63
|
Maluku
|
74.00
|
83.87
|
73.94
|
83.15
|
Maluku Utara
|
60.80
|
64.14
|
66.02
|
71.93
|
Papua
|
81.80
|
88.35
|
79.57
|
90.86
|
Papua Barat
|
41.50
|
52.05
|
48.16
|
62.85
|
Indonesia
|
14824.20
|
15980.70
|
12686.24
|
14703.41
|
Sumber :
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Januari 2015
Berbagai peluang dan kesempatan yang ada itu harus
dioptimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk NTT, khususnya penduduk
yang tinggal di sentra populasi sapi yang merupakan kecamatan kecamatan miskin.
Populasi sapi di wilayah NTT dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan. Data tahun 2009 sampai 2014 populasi sapi potong
meningkat dari 577.600 ekor menjadi 839.600 ekor di tahun 2014 atau meningkat
rata rata 8,27 % per tahun. Namun demikian peningkatan yang terjadi sangat
fluktuatif (lihat tabel 3), tahun 2011 meningkat hingga hampir 30% sementara
tahun 2013 justru turun 1,35%. Peningkatan yang terjadi tahun 2011 akibat dari
kebijakan pemerintah pusat yang memberikan bantuan bakalan bibit sapi, dengan
demikian peningkatan tahun 2011 bukanlah peningkatan alamiah yang terjadi oleh
sapi NTT. Jika peningkatan alamiah yang terjadi tahun 2011 dianggap setara
dengan tahun tahun yang lain, sekitar 4%, maka pada periode tersebut rata rata
peningkatan jumlah populasi sapi adalah 3,2%.
Tabel 3
Tingkat
pertumbuhan sapi potong di Provinsi NTT (Ribu ekor)
Tahun
2009-2014
Tahun
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014
|
Jumlah Ternak Sapi
|
577,60
|
600,90
|
778,60
|
814,45
|
803,45
|
839,60
|
Pertumbuhan
|
|
4,03%
|
29,57%
|
4,60%
|
-1,35%
|
4,50%
|
Sumber :
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Januari 2015, diolah.
Sebagai daerah yang telah ditetapkan sebagai salah satu
sentra produksi sapi di Indonesia, pemerintah NTT harus melakukan aksi yang
tepat untuk meningkatkan populasi ternak sapi, untuk tujuan itulah naskah ini
disusun. Melalui kajian ini diharapkan akan dicapai tujuan tujuan sebagai
berikut:
1. Terpetakannya permasalahan yang berkaitan dengan produksi
sapi
2. Tersusunnya alternatif kebijkan dan program yang dapat
dibuat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada
3. Tersusunnya rencana aksi program peningkatan produksi
sapi
BAB II
ANALISIS MASALAH
Pertumbungan
populasi atau produktivitas sapi potong di Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan analisis
tren 5 tahun
sebelumnya mengalami fluktuasi,
dengan perkiraan rata rata pertumbuhan alamiah 3,2% per tahun. Melalui analisis
data yang ada, dapat diidentifikasi bahwa fluktuasi populasi sapi di NTT
terkait dengan berapa aspek yang saling berkaitan, fluktuasi produksi itu tentu
berkaitan dengan jumlah daging yang dapat dihasilkan. Permasalahan itu bermula
dari relatif rendahnya produktivitas sapi yang dipelihara di NTT. Rendahnya
produktivitas itu terkait dengan 3 aspek penting, yakni bibit, pola pengelolaan
dan ketersediaan pakan yang masing masing memiliki penyebab. Seluruh keadaan
itu berdampak pada hal yang luas mulai dari rendahnya pendapatan peternak,
kemiskinan dan pendapatan pemerintah. Secara lengkap permasalahan itu disajikan
pada bagan 1.
Produktivitas yang rendah
Produktivitas sapi NTT yang rendah dapat dilihat dari dua
hal yakni rata rata berat sapi dan jumlah anak yang dihasilkan sapi betina pada
masa produktifnya. Rata rata berat sapi NTT yang dipasarkan adalah 217,32 kg,
sementara untuk jenis sapi yang sama bisa berbobot 350-400 kg. Dari aspek
jumlah anak yang dapat dihasilkan oleh sapi yang dipelihara penduduk NTT rata
rata adalah 3 ekor selama masa produktifnya, sementara secara standar untuk
jenis sapi NTT ini bisa menghasilkan 7-8 anak selama masa produktif induk. Ini
disebabkan karena kebutuhan hidup peternak menjual sapi betina produktif
setelah menghasilkan 3 ekor anak sapi.
Bibit ternak
Bibit ternak untuk
dibudidayakan hingga saat ini dihasilkan dari peternak secara alamiah.
Kelebihan bibit alamiah adalah bahwa sapi yang akan diternakan cukup adaptif
terhadap kondisi lingkungan NTT. Namun demikian menumpukan pada bibit alamiah
memiliki beberapa resiko, misalnya kecepatan pertumbuhannya relatif rendah,
angka kematian bibit akan tinggi dan seterusnya.
Pakan ternak
Pada kasus peternakan sapi, maka pakan adalah unsur utama
setelah sapi. Rata-rata kebutuhan pakan hijauan ternak sapi adalah 14,6 ton per
ekor pe tahun, sedangkan ketersediaan pakan tidak cukup. Hal ini disebabkan
karena tidak tersedianya cukup pakan pada musim kemarau sedangkan pada musim
hujan pakan ternak hijauan berlebih, tidak adanya sumber air untuk pengembangan
pakan, peteni tidak memiliki memiliki pengetahuan tentang teknologi pengawetan
pakan, serta belum memanfaatkan limbah pertanian, perikanan dan lainnya.
Pengelolaan ternak
Selama ini kepemilikan sapi oleh Masyarakat hanya untuk
tabungan dan belum dikelola secara berkelanjutan. Hal itu disebabkan karena
tidak tersedianya industri pengolahan ternak di NTT seperti industri
pengalengan daging, industri kulit dan industri tulang. Sapi oleh hanya
masyarakat dijual sapi hidup kepada pedagang sapi untuk diekspor ke luar daerah
atau untuk kebutuhan daging dalam daerah
Bagan 1
Skema Pohon Masalah
Dampak yang ditimbulkan dari rendahnya
pertumbuhan populasi ternak sapi potong di Nusa Tenggara Timur yaitu kemiskinan di wilayah sentra populasi ternak
akibat dari rendahnya pendapatan peternak. Kondisi ini akan berdampak pula pada pendapatan asli
daerah yang dapat dihasilkan oleh pemerintah daerah. Dampak ini akan sangat merugikan daerah karena dari sisi
perencanaan Ternak sapi adalah potensi unggulan daerah dan jika tidak ditangani
maka dianggal gagal dalam mewujudkan misi untuk menjadikan NTT sebagai provinsi
ternak. Dampak lainnya adalah dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA),
maka arus impor sapi dari luar daerah bahkan dari luar negeri akan sangat
banyak dengan harga lebih murah tapi kualitasnya lebih baik.
Dari akar masalah dan dampak penurunan
populasi ternak sapi potong di NTT, maka perlu membuat perencanaan untuk
mengatasi masalah rendahnya
produktivitas sapi potong. Solusi pemecahan
yang diambil diharapkan mampu untuk meningkatkan produktivitas ternak
sapi di Provinsi Nusa Tenggara Timur seperti Peningkatan kemampuan manajemen
usaha ternak secara modern (pemilihan bibit, kandang, teknik pemeliharaan, kesehatan
ternak), penyediaan bibit sapi
potong yang bermutu, penyediaan pakan ternak yang berkualitas dan berkelanjutan
serta Peningkatan SDM Peternak.
BAB III
PERUMUSAN ALTERNATIF SOLUSI
Untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka diperlukan strategi yang tepat
sehingga dibutuhkan pemahaman atas kelebihan dan kelemahan dari masalah yang
dihadapi. Alat yang digunakan dalam kajian Masalah
Produktivitas Ternak Sapi di Nusa Tenggara Timur
ini adalah analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan sebuah alat untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari fokus kajian. Setiap faktor dibagi
ke dalam dua kategori yakni faktor dari dalam dan dari luar. Kekuatan yang
berasal dari dalam fokus kajian disebut sebagai Strength, kekuatan yang datang dari luar disebut dengan Opportunity.
Hambatan dari dalam disebut Weakness
dan yang datang dari luar disebut Threat. Tabel
4 menyajikan matrik SWOT Masalah Produktivitas Ternak Sapi.
Tabel 4
Analisa SWOT untuk Masalah
Produktivitas Ternak Sapi
INTERNAL
EKSTERNAL
|
S
(KEKUATAN)
·
Kebijakan
Unggulan Daerah
·
Padang
Penggembalaan yang cukup : 832.228 ha
·
Pada musim
hujan pakan ternak melimpah
·
Masyarakat sudah
biasa memelihara sapi
·
Ada PPL
peternakan di tiap kecamatan
|
W
(KELEMAHAN)
·
Sistem
pemeliharaan sapi yang masih tradisional
·
Kekurangan
pakan ternak yang berkualitas terutama saat musim kemarau
·
Peternak tidak
memiliki pemahaman cara mengelola sapi secara intensif
·
Belum tersedia
bibit unggul
|
O
(PELUANG)
·
Daging sapi
merupakan komoditi unggulan dalam RPJMN
·
Ada peningkatan
konsumsi daging sapi 8,6% setiap tahun
·
Jaringan pasar
daging sapi sudah jelas
|
STRATEGI
(SO)
·
Intensifikasi
lahan untuk penyediaan pakan
·
Pengembangan
Teknologi penyimpanan dan pengawetan
pakan
·
Pembangunan industri pengolahan daging sapi
·
Pelatihan tentang Teknologi pakan ternak
|
STRATEGI
(WO)
·
Pengembangan
sentra pembibitan ternak sapi di pedesaan
·
Pengembangan pakan alternatif
·
Konservasi air
melalui pembangunan embung mini, irigasi dangkal, sumur dan pompa
·
Pelatihan bagi
peternak tentang pembibitan
|
T
(ANCAMAN)
·
Adanya MEA yang
membuka impor sapi dari luar negeri
·
Harga daging
sapi diluar negeri yang murah
·
Penyebaran
Penyakit ternak sapi
|
STRATEGI
(ST)
·
Sosialisasi
kepada masyarakat tentang MEA dan dampaknya
·
Peningkatan
kualitas produk daging sapi
·
Peningkatan
(penjagaan) kesehatan ternak
|
STRATEGI
(WT)
·
Pembuatan
pakan ternak alternatif
·
Pelatihan bagi
peternak tentang Pemeliharaan ternak
|
Sumber: hasil analisis data, 2015
Dari
analisis SWOT diatas kita dapat menemukan alternatif solusi guna menyelesaikan masalah
tersebut diatas dari segi perencanaan yang bisa menjadi acuan buat menangani permasalahan rendahnya produktivitas ternak
sapi yaitu :
1.
Intensifikasi lahan
untuk penyediaan pakan
2.
pengembangan teknologi
penyimpanan dan pengawetan pakan
3.
Pembangunan Industri
Pengolahan Daging sapi
4.
Pengembangan sentra pembibitan ternak sapi di pedesaan
5.
Pengembangan pakan
alternatif
6.
Konservasi air melalui pembangunan
embung mini, irigasi dangkal, sumur dan pompa.
7.
Pelatihan teknologi
pakan bagi peternak
8.
Pelatihan teknologi pembibitan bagi peternak
9.
Pelatihan manajemen pemeliharaan bagi peternak
10.
Sosialisasi kepada masyarakat tentang dampak MEA
11.
Pengembangan pusat Inseminasi Buatan (IB)
12.
Peningkatan (penjagaan) kesehatan ternak
BAB IV
PENGKAJIAN ALTERNATIF
Dari beberapa alternatif solusi, maka
dapat dikelompokkan beberapa solusi yang memiliki kesamaan sehingga isu strategis
itu dapat muncul menjadi beberapa isu strategis utama. Tabel 5 menyajikan pengelompokan
yang dilakukan.
Tabel 5
Pengelompokan
Alternatif Solusi menjadi Strategi Utama
No
|
Alternatif Solusi
|
Strategi Utama
|
1
|
-
Konservasi air
melalui pembangunan embung mini, irigasi dangkal, sumur dan pompa
|
Pengelolaan Pakan
berkualitas dan berkelanjutan
|
|
-
Intensifikasi
lahan untuk penyediaan pakan
|
|
|
-
pengembangan
teknologi penyimpanan dan pengawetan pakan
|
|
|
-
Pengembangan
pakan alternatif
|
|
|
-
Pelatihan
teknologi pakan bagi peternak
|
|
2
|
-
pengembangan pusat Inseminasi Buatan (IB)
|
Pengelolaan bibit sapi unggulan
|
|
-
Pengembangan sentra pembibitan ternak sapi di pedesaan
|
|
|
-
Pelatihan teknologi pembibitan bagi peternak
|
|
3
|
-
Pembangunan industri pengolahan daging sapi
|
Peningkatan kualitas
produk (Sapi/Daging sapi)
|
|
-
Peningkatan kesehatan sapi
|
|
|
-
Manajemen pemeliharaan ternak sapi
|
|
|
-
Pelatihan manajemen pemeliharaan bagi peternak
|
Sumber: hasil analisis data, 2015
Dari
hasil pengelompokan beberapa kesamaan alternatif solusi, maka muncul 3 strategi utama dalam
rangka mencapai tujuan yaitu:
1.
Pengelolaan pakan berkualitas dan berkelanjutan
2.
Pengelolaan bibit sapi unggulan
3.
Peningkatan Kualitas Produk
Strategi-strategi yang ditetapkan merupakan rencana aksi pengembangan
peternakan di Nusa Tenggara Timur yang akan dilaksanakan untuk jangka waktu 1
tahun sampai 10 tahun. Secara tata waktu ketiga strategi itu dapat dilihat pada
tabel 6. Program pengelolaan pakan dilakukan di awal, dilanjutkan program
penyediaan bibit terakhir program peningkatan kualitas produk sapi.
Tabel 6
Alokasi waktu implementasi
strategi perencanaan
Strategi Utama
|
Tahun ke-
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
|
Pengelolaan pakan
berkualitas dan berkelanjutan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Pengelolaan bibit sapi unggulan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Peningkatan Kualitas Produk
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sumber: hasil analisis data, 2015
Pengelolaan pakan
Pengelolaan pakan berkualitas dan berkelanjutan
dilaksanakan pada tahun 1 dan 2. Pakan mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan pada produktivitas ternak sapi potong. Selain itu program ini juga membutuhkan biaya yang
relatif kecil dengan transformasi teknologi yang relatif sederhana.
Kebutuhan pakan ternak sapi per ekor/hari adalah 35-40 kg
atau 14,6 ton/ekor/tahun sedangkan ketersediaan pakan yang ada selama ini masih
kurang. Ketersediaan lahan 832 ribu ha
menjadi potensi untuk menanam pakan yang berkualitas dan berkelanjutan lewat
beberapa kegiatan seperti konversi air dengan membangun embung lokal, irigasi
dangkal, sumur dan pompa, pengembangan
lumbung pakan untuk menyimpan pakan yang surplus, kajian tentang teknologi
pengawetan pakan serta pelatihan bagi peternak. Setiap tahun akan diolah 10
ribu ha s/d 50 ribu ha untuk penanaman pakan ternak berupa rumput gajah, rumbut
hijau dan lamtoro. Jumlah produksi pakan untuk setiap ha adalah 300 ton per
tahun, sehingga jika diolah 50 ribu ha, maka setiap tahun akan menghasilkan 15
ribu ton pakan ternak sapi yang jika dikonversi kepada kebutuhan pakan ternak
sapi maka cukup untuk 1.027397 ekor ternak sapi. Kebutuhan ini akan mengalami
surplus, karena populasi sapi di NTT hanya ada 800 ribu ekor sehingga kelebihan
pakan harus diawetkan dan di simpan dalam lumbung pakan yang disiapkan.
Penyediaan bibit
Setelah pakan berkualitas dan berkelanjutan tersedia kemudian
dilanjutkan strategi penyediaan bibit ternak sapi yang unggul. Strategi ini dilaksanakan
pada tahun 3 melalui pembangunan sentra bibit ternak berbasis desa,
pengembangan pusat inseminasi buatan dan pelatihan bagi peternak. Strategi ini
dilakukan ketika pakan telah tersedia, sebab penyediaan bibit berimplikasi pada
kebutuhan pakan yang semakin banyak. Jika strategi ini berhasil maka pada tahun
ke 5 akan terjadi peningkatan produktivitas sapi dari 4% per tahun menjadi 7% rata
rata pertahun.
Peningkatan kualitas produk
Jika kebutuhan sapi sudah terpenuhi, maka untuk
memberikan manfaat lebih pada tahun ke-6 dilaksanakan strategi ke-3 yaitu
peningkatan kualitas produk daging sapi melalui Pembangunan industri pengolahan daging sapi, manajemen
pemeliharaan sapi dan pelatihan bagi Peternak. Dengan pengembangan strategi
ini, maka akan membuka lapangan kerja baru, sektor industri pengolahan akan
berkembang baik itu pengolahan daging, kulit, dan tulang. Selainnya akan meningkatkan
PAD bagi Nusa Tenggara Timur.
BAB V
RENCANA PELAKSANAAN
Berdasarkan
kajian Bab IV, Pilihan kebijakan strategis adalah Pengelolaan Pakan ternak
berkualitas dan berkelanjutan. Rencana pelaksanaannya akan menggunakan
pendekatan potensi lokal yaitu dengan mengelola potensi-potensi pakan yang ada
di wilayah masih-masing serta memanfaatkan limbah pertanian, perkebunan dan
perikatan.
Rencana Pengelolaan Pakan ternak berkualitas dan berkelanjutan
sesuai dengan tujuannya akan dilaksanakan secara berkelanjutan untuk memastikan ketersediaan pakan
ternak sapi potong di provinsi Nusa Tenggara Timur. Tabel 7 menyajikan rencana
aksi Pengelolaan Pakan ternak berkualitas dan berkelanjutan selama 5 tahun
Tabel 7
Rencana Aksi Pengelolaan pakan
ternak berkualitas dan berkelanjutan
Selama 5 tahun
Kegiatan
|
Penanggung-jawab / siapa yang terlibat
|
Input (anggaran, SDM dsb)
|
Sasaran (apa yang hendak dicapai)
|
|
Pembangunan
embung mini, irigasi dangkal, sumur dan pompa
|
-
Dinas PU
-
Dinas Peternakan
-
Kelompok Masyarakat
|
Dana
:
500.000.000
unit:
10 embung
|
Tersedianya
sumber air untuk mendukung penyediaan pakan
|
|
Identifikasi
lahan potensial untuk penyediaan pakan ternak
|
-
Dinas Peternakan
-
Pemerintah Kab
-
Kecamatan/PPL Peternakan
-
Pemerintah Desa
-
Masyarakat
|
Dana
:
306.000.000
Unit:
50 Desa
|
- Tersedianya lahan untuk
penyediaan pakan ternak
- Tersedianya profil potensi lahan
untuk pakan ternak
|
|
Pengolahan
lahan potensial untuk pakan ternak
|
-
Dinas Peternakan
-
Pemerintah desa
-
Masyarakat
|
Dana
:
600.000.000
unit:
50 kelompok
|
Tersedianya
pakan ternak
|
|
Kajian
pengembangan teknologi penyimpanan pakan ternak
|
-
Bappeda
-
Dinas Peternakan
-
Perguruan tinggi
|
Dana
:
100.000.000
SDM:10
orang
|
Tersedianya
teknologi penyimpanan pakan ternak
|
|
Pembangunan
lumbung pakan desa
|
-
Dinas Peternakan
-
BPMPD
-
Pemerintah desa
-
masyarakat
|
Dana
:
500.000.000
unit:
50 buah
|
Tersedianya
pakan ternak pada musim kemarau
|
|
Pelatihan
teknologi penyimpanan pakan ternak
|
-
Dinas Peternakan
-
Perguruan tinggi
-
PPL peternakan
|
Dana
:
250.000.000
SDM:
50 orang
|
Meningkatnya
pengetahuan tentang teknologi penyimpanan pakan
|
BAB VI
RENCANA MONITORING DAN EVALUASI
Monitoring
dan evaluasi yang dimaksud adalah suatu proses yang sistematis yang
dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi program yang
bersangkutan. Monitoring dan evaluasi terhadap tingkat efisiensi program
terutama ditujukan kepada program yang sifatnya akan dilaksanakan berulang.
Jadi, dalam artian bahwa pada tahun mendatang program tersebut akan terus
dilaksanakan.Dengan mengetahui tingkat efisiensinya akan dapat dihemat baik tenaga,
biaya,maupun waktunya. Walaupun suatu program dinilai sangat efektif tetapi
bila kurang efisien maka akan dinilai kurang berhasil karena mahal, terlalu
lama, dan terlalubanyak menghabiskan tenaga.Keberhasilan suatu program tidak
dapat terlepas dari segi pelaksanaannya. Oleh karena itu, monitoring dan
evaluasi terhadap suatu program akan menyangkut berbagai hal yang terkait, baik
yang menyangkut kualitas masukan (input), kualitas proses maupun kualitas hasil
pelaksanaan (output) program. Selain itu, monitoringdan evaluasi terhadap suatu
program dapat dilaksanakan atas dasar sekuensi implementasinya, dapat pula
dilakukan terhadap komponen programnya.
Tabel 9.
Rencana Monitoring dan
Evaluasi Pengelolaan pakan ternak berkualitas dan berkelanjutan
tahun Pertama
Kegiatan
|
Sasaran
|
Indikator
Kinerja
|
|
Target
|
Realisasi
|
||
Pembangunan
embung mini, irigasi dangkal, sumur dan pompa
|
Tersedianya
sumber air untuk mendukung penyediaan pakan
|
10 ribu ha lahan
terairi sehingga menghasilkan pakan
|
|
Identifikasi
lahan potensial untuk penyediaan pakan ternak
|
- Tersedianya lahan untuk
penyediaan pakan ternak
- Tersedianya profil potensi lahan
untuk pakan ternak
|
10 ribu ha lahan yang
teridentifikasi
|
|
Pengolahan
lahan potensial untuk pakan ternak
|
Tersedianya
pakan ternak
|
100 ton/ha/thn
Atau 1 juta ton/tahun
|
|
Kajian
pengembangan teknologi penyimpanan pakan ternak
|
Tersedianya
teknologi penyimpanan pakan ternak
|
1 buku kajian
|
|
Pembangunan
lumbung pakan desa
|
Tersedianya
pakan ternak pada musim kemarau
|
50% pakan yang
tersimpan
|
|
Pelatihan
teknologi penyimpanan pakan ternak
|
Meningkatnya
pengetahuan tentang teknologi penyimpanan pakan
|
50 orang yang
meningkat pengetahuan
|
|
BAB VII
PENUTUP
1.
Provinsi
Nusa Tenggara Timur dalam RMJMD 2013-2018 telah menetapkan ternak sapi sebagai
salah satu tekad pemerintah.
2.
Pengembangan
ternak sapi di Nusa Tenggara Timur terkendala dengan masalah rendahnya
produktivitas ternak sapi yang diukur dengan indikator bibit ternak sapi,
pengelolaan pakan ternak berkualitas dan berkelanjutan serta pengelolaan ternak
sapi.
3.
Strategi yang
ditetapkan untuk pengembangan ternak sapi di provinsi Nusa Tenggara Timur
dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan selama 10 Tahun, dimulai dengan
pengembangan pakan ternak berkualitas dan berkelanjutan, penyediaan bibit
berkualitas dan pengolahan daging sapi. Strategi ini tidak bisa dijalankan
secara parsial tetapi dilaksanakan dalam sebuah sistem pengembangan ternak sapi
di Nusa Tenggara Timur.
DAFTAR PUSTAKA
Badan
Pusat Statistik, NTT. Statistik Peternakan 2012.
Bappeda Provinsi NTT;
Rencana Perencanaan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2013-2018; 2014
Direktorat Jendral
Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI; Statistik Peternakan
dan Kesehatan Hewan Tahun 2013; 2014
Pedoman Teknis Integrasi Ternak Sapi Dengan Tanaman, Direktorat Jendral
Peternakan, 2010.